Kamis, 01 Agustus 2024
Mengapa Ibrahimovic Membenci Guardiola?
Tahun 2009, Ibrahimovic meninggalkan Inter Milan demi bergabung dengan Barcelona. Kala itu, Barcelona baru saja menjuarai Liga Champions, trofi yang diidam-idamkan Ibrahimovic.
Selain ingin memenangkan trofi si Kuping Besar, ia juga ingin meraih penghargaan Ballon d'Or.
Barcelona harus merogoh kocek dalam-dalam yaitu hampir menyentuh angka 70 juta Euro.
Pada awalnya, segalanya tampak baik-baik saja. Ibra mampu menunjukan penampilan impresif meski baru bergabung, ketajamannya sebagai juru gedor tak terbantahkan. Namun perlahan, ia mulai terpinggirkan.
Penyebabnya, pelatih Barcelona kala itu, Pep Guardiola, lebih memprioritaskan Lionel Messi.
Messi secara langsung meminta pada Guardiola agar ditempatkan sebagai penyerang tengah, bukan di sayap.
Persoalannya, itu adalah posisinya Ibra. Guardiola mengakalinya dengan mengubah formasi dari 4-3-3 menjadi 4-5-1. Ibra tetap diplot sebagai ujung tombak, namun Messi tepat berada di belakangnya.
Situasi ini membuat Messi jadi motor utama serangan, sedangkan Ibra diharuskan bergerak menciptakan ruang untuk rekan-rekannya.
Pola itu jelas sangat tidak cocok dengan gaya bermain Ibra. Ia sudah terbiasa dilayani, bukan melayani.
Alhasil, Ibra tenggelam dalam bayang-bayang Messi yang peformanya kian meroket.
Ibra sangat frustrasi dengan keadaan tersebut, apa yang diharapkannya tidak sesuai dengan kenyataan.
Ibra membicarakan masalah itu dengan Guardiola dan Guardiola berjanji akan mencarikan solusi.
Janji yang hanya tinggal janji. Guardiola sama sekali tidak melakukan apapun yang membuat Ibra semakin akrab dengan bangku cadangan.
Ibra sangat tidak suka dengan tingkah Guardiola yang terus mengabaikannya.
Ketidaksukaan Ibra bukan hanya sebatas hal itu. Peraturan yang diberlakukan Guardiola juga tidak berkenan baginya.
Salah satunya terkait larangan membawa mobil mewah ke tempat latihan.
Baginya, itu adalah konyol. Makanya, ia tidak mau menuruti peraturan tersebut. Barangkali, Ibra merupakan satunya-satunya pemain yang melanggar aturan tersebut.
Selain itu, Guardiola juga bersikap sangat dingin bahkan terkesan memusuhinya.
"Jika Aku memasuki sebuah ruangan dan di situ ada dia, maka dia akan keluar" kenang pemain berkebangsaan Swedia tersebut.
Kebencian menyelimuti hati Ibra. Baginya, Guardiola telah menghancurkan mimpinya bermain untuk Barcelona.
Tidak tahan lagi, Ibra memutuskan kembali ke Serie A. Barcelona melegonya dengan status pinjaman ke AC Milan, tak berselang lama, AC Milan pun membeli secara penuh. Di AC Milan, ia kembali menemukan permainan terbaiknya.
Masa-masa di Barcelona adalah mimpi buruk bagi Ibrahimovic. Ia tak lagi bisa menikmati sepakbola sebagaimana mestinya.
Dapat dipahami, sebagaimana disinggung sebelumnya, Ibra memang tidak cocok dengan skema Guardiola yang sangat mengandalkan kolektivitas sedangkan Ibra lebih sering mengandalkan kemampuan individu.
Guardiola tidak sepenuhnya salah, ia berhak memutuskan apapun karena merupakan pemimpin tim.
Kini, keduanya diklaim telah berdamai namun Ibra jelas takkan pernah melupakan episode terkelam dalam karirnya.
Ibra saat ini telah pensiun, ia jadi bagian jajaran manajemen AC Milan setelahnya. Sedangkan Guardiola kian berjaya dengan gelimangan gelar.
Saya menyadari tulisan ini masih banyak terdapat kekurangan, kritik dan saran akan saya terima dengan tanga terbuka. Selamat menjalankan aktivitas kepada teman-teman semua. Salam Olahraga.
Sekian, terimakasih dan terimapoin.
(Padang, 01 Agustus 2024)
Langganan:
Komentar (Atom)